Home / Uncategorized / Rego Nyowo

Rego Nyowo

Yamin adalah seorang mahasiswa tingkat akhir yang sedang menghadapi tekanan hidup berat di Malang. Sebagai anak dari keluarga sederhana, ia dituntut menyelesaikan kuliahnya tepat waktu, tetapi biaya hidup di kota semakin mencekik. Ia berkeliling mencari kos yang murah, namun setiap kali menemukan tempat tinggal, harganya selalu di luar jangkauan. Dalam keadaan putus asa, Yamin merasa beruntung ketika ia mendengar tentang sebuah kos dengan harga yang sangat murah, hanya lima ratus ribu rupiah per bulan, lengkap dengan fasilitas yang terlihat cukup layak. Kos itu dikelola oleh pasangan suami istri, Bu Astri dan Pak Wiryo, yang pada awalnya tampak begitu ramah dan menyambut penghuni baru dengan senyum hangat. Baginya, tempat itu terasa seperti jawaban atas semua kesulitannya. Ia pun segera menempati kamar tersebut bersama seorang temannya, Bobi, yang juga mengalami nasib serupa.

Hari-hari pertama berjalan dengan biasa saja, meski ada beberapa hal kecil yang terasa janggal. Bu Astri memiliki kebiasaan mengundang semua penghuni untuk makan bersama, sebuah tradisi yang terlihat menyenangkan, tetapi ada aturan aneh yang melekat padanya. Peralatan makan yang digunakan para penghuni tidak pernah dicuci setelah dipakai. Alih-alih dibersihkan, piring, sendok, dan gelas itu disimpan di sebuah kamar yang selalu terkunci rapat. Setiap kali Yamin atau Bobi bertanya, jawaban Bu Astri selalu mengambang, seolah ada rahasia besar yang tidak boleh diketahui penghuni baru. Rasa penasaran mulai muncul, namun rasa syukur karena mendapatkan kos murah menutupi kekhawatiran mereka.

Situasi semakin berubah ketika Lena, seorang mahasiswa dari Jakarta, datang bersama kakaknya, Benhur. Mereka juga memutuskan untuk tinggal di kos yang sama karena harga sewanya yang sulit ditolak. Kehadiran Lena membawa dinamika baru bagi Yamin, yang diam-diam menaruh perhatian padanya, tetapi sekaligus menambah rasa curiga karena Lena sering merasa ada sesuatu yang mengawasi dirinya di kamar. Malam-malam Lena dipenuhi mimpi buruk, terbangun oleh suara ketukan di jendela, serta bayangan samar yang bergerak di kebun belakang. Pocong dengan wajah menakutkan beberapa kali terlihat melintas, seolah ingin memperingatkan sesuatu. Ia mencoba bercerita pada penghuni lain, tetapi banyak yang memilih menutup mata, menganggapnya sekadar ilusi atau ketakutan seorang pendatang baru.

Hari-hari di kos itu semakin mencekam. Yamin dan Bobi juga mulai mengalami gangguan serupa. Mereka mendengar suara langkah kaki di lorong pada tengah malam, pintu kamar terbuka dan tertutup sendiri, dan udara dingin menusuk tulang di waktu-waktu tertentu. Kos yang tadinya dianggap berkah kini berubah menjadi tempat yang penuh ancaman. Kecurigaan mereka terhadap Bu Astri dan Pak Wiryo semakin besar, terutama setelah mengetahui ada penghuni lama yang tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Setiap kali ditanya, pasangan pemilik kos itu hanya menjawab dengan tenang, mengatakan bahwa penghuni tersebut pulang ke kampung halaman atau pindah tanpa memberi kabar. Namun, tanda-tanda fisik di sekitar kos—kamar terkunci, bau anyir samar, dan peralatan makan yang terus menumpuk—membuat alasan itu terdengar tidak masuk akal.

Lambat laun, rahasia gelap mulai terbongkar. Yamin menemukan bahwa harga murah dari kos tersebut sebenarnya hanyalah kedok untuk sesuatu yang jauh lebih mengerikan. Bu Astri dan Pak Wiryo bukan sekadar pemilik kos biasa, mereka terlibat dalam praktik ilmu hitam kuno yang menggunakan nyawa manusia sebagai tumbal. Ritual-ritual yang mereka lakukan dipercaya bisa menjaga keberlangsungan hidup mereka dan memberikan kekuatan serta kekayaan. Penghuni kos dijadikan target, dipantau secara diam-diam, dan satu per satu menjadi korban dalam siklus mengerikan itu. Inilah asal muasal istilah “Rego Nyowo”—harga yang murah harus dibayar dengan nyawa sebagai gantinya.

Teror mencapai puncaknya ketika beberapa penghuni mulai jatuh sakit secara misterius, ada yang tiba-tiba meninggal, dan ada yang menghilang tanpa jejak. Lena Medusatoto semakin yakin bahwa dirinya dan Yamin berikut Bobi akan menjadi korban selanjutnya. Mereka mencoba keluar dari kos itu, tetapi selalu ada halangan: pintu pagar terkunci, suasana seolah berubah menjadi labirin, dan kehadiran makhluk gaib yang terus membayangi membuat mereka tidak bisa bebas melangkah. Ketakutan bukan hanya datang dari ancaman manusia, tetapi juga dari kekuatan supranatural yang seolah dijaga oleh arwah-arwah penasaran, korban dari masa lalu yang terperangkap dalam lingkaran gelap.

Dalam kondisi terdesak, Yamin harus menghadapi dilema terbesar dalam hidupnya. Ia sadar bahwa untuk selamat, ia dan teman-temannya harus melawan, meskipun itu berarti mempertaruhkan nyawa. Persahabatan dan rasa cinta yang tumbuh di antara mereka menjadi sumber kekuatan untuk bertahan. Yamin tidak lagi hanya berpikir tentang dirinya sendiri, tetapi juga tentang Lena, Bobi, dan orang-orang lain yang mungkin bisa diselamatkan. Pertarungan antara hidup dan mati akhirnya tak terhindarkan, membawa mereka ke dalam pusaran teror yang menyingkap kebenaran sesungguhnya tentang kos tersebut.

“Rego Nyowo” bukan hanya film horor yang mengandalkan penampakan menyeramkan, tetapi juga kisah tentang keserakahan, pengkhianatan, dan ketakutan manusia terhadap kehilangan. Harga murah yang tampak menggiurkan ternyata menuntut pembayaran paling mahal, yaitu nyawa. Film ini menegaskan bahwa tidak ada sesuatu yang benar-benar gratis atau murah tanpa konsekuensi, dan sering kali, konsekuensi itu lebih besar daripada yang bisa dibayangkan. Melalui kisah Yamin dan Lena, penonton diajak merasakan ketegangan tiada henti, suasana mencekam yang terus membayangi, serta pergulatan batin untuk bertahan hidup dalam situasi yang tampaknya tidak memiliki jalan keluar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *