Home / Uncategorized / Film Horor Indonesia: Perjanjian Gaib

Film Horor Indonesia: Perjanjian Gaib

Film Perjanjian Gaib (2023) dibuka dengan suasana rumah kontrakan kecil di pinggiran kota. Andri, seorang pria muda dengan wajah lelah, terlihat sedang menghitung uang recehan di meja kayu yang sudah rapuh. Di sampingnya, Wati, istrinya yang baru beberapa bulan dinikahi, sedang menatap kosong ke arah dapur yang kosong melompong tanpa bahan makanan. Kalimat pertama dari Wati menegaskan kondisi mereka: “Bang, kalau besok kita nggak bayar, kontrakan ini bisa dikunci sama pemilik.” Andri hanya terdiam, wajahnya penuh rasa bersalah, lalu berkata pelan, “Aku lagi cari pinjaman, Ti.” Situasi langsung menegangkan, bukan karena hantu, tetapi karena realita hidup yang keras.

Hari berikutnya, mereka mencoba berbagai cara. Andri bekerja serabutan, menjadi kuli angkut di pasar, tetapi hasilnya tidak cukup. Wati yang sebenarnya pernah bekerja di warung makan pun ditolak karena warung sudah penuh pegawai. Malam itu mereka berdebat keras, Wati menangis karena tidak tahan lagi. Dalam keputusasaan, seorang kerabat jauh bernama Pak Darto datang berkunjung. Ia membawa kabar bahwa ada seorang dukun di sebuah desa terpencil yang bisa membantu mengatasi kesulitan.

Andri awalnya menolak mentah-mentah. “Aku nggak mau urusan sama setan, To,” katanya dengan tegas. Tapi Wati justru menunjukkan wajah penuh harapan. Ia memohon pada Andri untuk setidaknya mencoba. Malam itu, pertengkaran mereka berlangsung lama, hingga akhirnya Andri luluh karena tidak tega melihat istrinya terus menangis. Keesokan harinya mereka berangkat bersama Pak Darto menuju desa terpencil tersebut.

Perjalanan mereka Gempatoto digambarkan penuh atmosfer horor: jalan tanah becek, kabut pekat, dan suara binatang malam yang seakan mengiringi langkah. Kamera sering menyorot tatapan Wati yang gelisah dan Andri yang menunduk dalam kebingungan. Akhirnya mereka tiba di rumah dukun, sebuah bangunan tua dengan atap jerami dan halaman penuh sesajen. Di dalamnya, asap kemenyan mengepul dan dindingnya penuh ukiran aneh.

Sang dukun, seorang pria tua dengan sorot mata tajam, menyambut mereka dengan senyum tipis. Ia langsung tahu maksud kedatangan mereka tanpa harus dijelaskan panjang lebar. “Kalian mau kaya cepat, kan?” katanya datar. Andri menelan ludah, sementara Wati menatap penuh rasa ingin tahu. Dukun itu menjelaskan bahwa kekayaan bisa didapat, tapi ada harga yang harus dibayar: nyawa keluarga mereka tujuh tahun kemudian.

Andri menolak dan mencoba pergi, tapi Wati menahannya. “Bang, ini satu-satunya cara,” katanya dengan suara bergetar. Andri akhirnya pasrah, lalu ritual dimulai. Lilin hitam dinyalakan, ayam hitam disembelih, dan mantra kuno dilantunkan. Kamera memperlihatkan kegelapan ruangan tiba-tiba berdenyut seperti jantung, lalu sosok tinggi besar bermata merah menyala muncul dari kegelapan. Makhluk itu berbicara dengan suara bergema, menawarkan harta dan kejayaan dengan syarat mereka menandatangani perjanjian gaib. Dengan tangan bergetar, Andri menandatangani kertas berlumuran darah ayam.

Sejak malam itu, hidup mereka berubah drastis. Keesokan paginya, sebuah tas penuh uang muncul di depan rumah. Mereka kaget sekaligus bahagia. Andri melunasi utang, membeli rumah baru, bahkan memulai usaha. Dalam waktu singkat, mereka menjadi kaya raya. Namun kebahagiaan itu mulai terusik dengan kehadiran suara-suara aneh di malam hari. Wati sering mendengar suara tangisan bayi, padahal ia belum hamil. Bayangan hitam sering terlihat melintas di cermin.

Tiga tahun berlalu, Wati akhirnya melahirkan seorang bayi laki-laki. Namun sejak kelahiran itu, gangguan semakin parah. Bayi mereka sering menangis tanpa sebab, tubuhnya tiba-tiba muncul memar, dan di malam hari sosok bayangan sering berdiri di samping ranjang bayi. Wati ketakutan luar biasa, ia merasa bahwa anak mereka adalah tumbal yang diminta.

Andri yang keras kepala masih yakin bisa melawan. Ia mendatangi seorang ustaz di kota, berharap ada jalan keluar. Sang ustaz menjelaskan bahwa perjanjian gaib bukan sesuatu yang mudah dibatalkan. “Kalau sudah berjanji, makhluk itu pasti menagih. Satu-satunya jalan adalah dengan bertaubat sungguh-sungguh dan melawan dengan doa,” katanya. Andri pulang dengan wajah putus asa, tapi ia bertekad mencoba.

Menjelang tahun ketujuh, gangguan semakin brutal. Lampu rumah sering padam sendiri, suara langkah kaki terdengar di lorong, benda-benda beterbangan, dan mimpi buruk menghantui setiap malam. Wati semakin rapuh, sementara Andri mulai menunjukkan keberanian baru dengan melantunkan doa setiap malam. Namun makhluk itu tidak tinggal diam, ia menampakkan diri dengan wujud lebih menyeramkan: tubuh tinggi hitam pekat, mata merah menyala, dan mulut dipenuhi gigi tajam.

Malam terakhir, tepat tujuh tahun sejak perjanjian, rumah mereka berubah menjadi medan teror. Jendela bergetar, pintu terkunci rapat, dan suara jeritan terdengar dari setiap sudut. Makhluk itu muncul, kali ini langsung mengincar bayi mereka yang sudah berusia lima tahun. Wati berteriak histeris, memeluk anaknya erat-erat, sementara Andri membaca doa sekuat tenaga. Kamera memperlihatkan pertarungan antara cahaya doa dan kegelapan makhluk gaib itu.

Adegan klimaks memperlihatkan makhluk itu hampir berhasil meraih bayi, namun cahaya terang tiba-tiba menyelimuti ruangan. Suara doa Andri dan tangisan Wati bersatu, membuat makhluk itu berteriak kesakitan lalu menghilang dalam kepulan asap hitam. Rumah mereka porak-poranda, tapi bayi itu selamat.

Film ditutup dengan keluarga kecil itu yang tampak hidup lebih tenang setelah kejadian itu. Namun di adegan terakhir, kamera memperlihatkan bayangan hitam berdiri jauh di belakang rumah baru mereka, menatap tanpa suara. Penonton dibiarkan bertanya-tanya, apakah perjanjian benar-benar berakhir, atau hanya ditunda untuk ditagih kembali suatu hari nanti.

Satu Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *