Dua puluh tahun telah berlalu sejak peristiwa kelam yang terjadi di Desa Jatijajar, di mana anak-anak menjadi korban dari teror supranatural yang berkaitan dengan waktu maghrib—waktu antara siang dan malam yang dipercaya penuh aura mistis. Kini, ketenangan kembali diuji di Desa Giritirto, desa sunyi yang terletak tak jauh dari Jatijajar. Cerita bermula ketika sekelompok remaja, yakni Yugo, Dewo, Wulan, dan lima teman lainnya, bermain bola hingga sore hari. Seusai kalah dari anak-anak desa sebelah, emosi mereka meledak, dan dalam kekesalan, mereka melontarkan sumpah saat matahari terbenam. Tak mereka sadari, ucapan tersebut membuka portal lama yang pernah dikunci dengan darah dan doa.
Sumpah itu membangkitkan kembali jin jahat bernama Ummu Sibyan, makhluk gaib yang dikenal gemar menculik anak-anak dan menghantui manusia lewat celah kegelapan waktu maghrib. Mulai dari sini, teror secara perlahan menjalar di seluruh desa. Anak-anak mulai menghilang tanpa jejak, suara gaib terdengar menjelang senja, dan banyak warga yang mengalami kesurupan massal dengan pola yang menyeramkan. Desa yang awalnya damai berubah menjadi ladang ketakutan. Setiap menjelang maghrib, orang-orang mengunci pintu dan membacakan doa dengan suara gemetar, berharap terhindar dari nasib buruk.
Sementara itu, Adi, satu-satunya penyintas tragedi Jatijajar yang kini telah dewasa, kembali terlibat dalam kekacauan ini. Dihantui oleh trauma masa kecil dan rasa bersalah yang belum selesai, Adi merasa terpanggil untuk menyelamatkan anak-anak Desa Giritirto. Ia datang tidak hanya membawa pengalaman, tetapi juga keyakinan bahwa kejahatan seperti ini tidak bisa dibiarkan hidup kembali. Dengan bantuan warga dan beberapa santri, ia mencoba mencari tahu akar kekuatan Ummu Sibyan, sambil menghadapi gangguan psikologis dan tekanan dari roh-roh gelap.
Semakin dalam mereka menyelidiki, semakin terlihat bahwa kekuatan kegelapan kali ini lebih besar dan lebih kejam. Adi dan anak-anak lain harus menghadapi teror yang bukan hanya menyerang secara fisik, tetapi juga menghancurkan jiwa perlahan-lahan. Ketegangan memuncak saat semua pintu perlindungan runtuh, dan satu-satunya jalan keluar adalah menghadapi iblis itu langsung dalam sebuah ritual spiritual penuh resiko.
Dalam puncaknya, Adi berhadapan langsung dengan Ummu Sibyan di tempat terlarang yang dipercaya sebagai titik lemah dimensi mereka. Dengan kekuatan doa, keberanian, dan air mata, mereka mencoba menutup portal itu sekali lagi. Namun, pertanyaannya tetap sama: apakah yang jahat benar-benar bisa diusir? Atau hanya tidur, menunggu maghrib berikutnya?
Waktu Maghrib 2 bukan hanya sekadar horor tentang jin dan waktu. Ia adalah cerita tentang trauma, tentang kata-kata yang tak bisa ditarik kembali, dan tentang batas tipis antara realitas dan dunia gaib. Di waktu maghrib, tidak semua pintu harus dibuka.
baca cerita lain nya hanya di medusatoto
nonton filem gratis nya hanya di gempatoto
Tinggalkan Balasan